Menkum Supratman Janji Perketat Pengawasan Royalti Musik, Tegaskan Tidak Akan Bebani UMKM dan Pengunjung

LMK diminta untuk aktif berkomunikasi dengan asosiasi pelaku usaha, seperti perhotelan, pusat perbelanjaan, dan restoran, agar kebijakan yang diambil benar-benar disepakati bersama.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan komitmennya untuk memperbaiki tata kelola dan pengawasan sistem pengumpulan serta pendistribusian royalti musik di Indonesia. Ia mengakui adanya kelalaian dari Kementerian Hukum dalam pengawasan terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) selama ini, yang berdampak pada turunnya kepercayaan publik.

“Saya akui bahwa Kementerian Hukum lalai melakukan pengawasan. Saya tidak malu untuk menyampaikan hal ini. Walaupun saya baru menjabat, sebagai kendali institusi saat ini, saya katakan Kementerian Hukum bertanggung jawab atas kelalaian tersebut,” ujar Supratman dalam acara IP Xpose di Jakarta, Rabu (13/8).

Menurutnya, LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN yang anggotanya terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pencipta, pemegang hak cipta, musisi, pihak terkait, ahli hukum, hingga perwakilan pemerintah. Lembaga ini bertugas mengelola pengumpulan dan pendistribusian royalti secara adil dan transparan.

Supratman menegaskan, ia tidak akan menandatangani persetujuan besaran maupun jenis tarif royalti jika prosesnya tidak dilakukan secara baik dan terbuka untuk diuji publik.

“Itu jaminan yang saya berikan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Karena Kementerian Hukum, apalagi negara, sama sekali tidak mendapatkan apa-apa dari distribusi royalti itu,” tegasnya.

Terkait sorotan publik terhadap penyanyi Ari Lasso yang menerima salah transfer Rp750 ribu dan isu transparansi pendistribusian royalti, Supratman menegaskan perlunya pengawasan ketat dan audit.

“Sekarang di kita sudah mulai bagus karena semua orang kan penciptanya ada, musisinya ada, pihak terkaitnya ada, ahli hukumnya ada, ahli kekayaan intelektual ada, ada wakil pemerintah sekarang, Itu dalam rangka membangun trust yang mungkin rontok,” katanya.

Ia menambahkan pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian Ekonomi Kreatif, Kementerian UUKM, serta para pemangku kepentingan lainnya untuk membenahi sistem royalti. Salah satu pesan penting yang disampaikannya kepada komisioner LMK adalah agar tidak membebani pelaku usaha kecil.

Saat ditanya soal wacana penerapan royalti pada pesta pernikahan dan acara serupa, Supratman menyatakan hal tersebut masih menunggu pembahasan internal LMKN. Namun, ia berpesan untuk tidak membebani UMKM maupun pengunjung.

“Saya titip pesan, jangan membebani dulu UMKM. Ciptakan sistem yang lebih rasional. Kalau sekarang sistemnya berdasarkan jumlah kursi, mungkin bisa dipikirkan alternatif lain, seperti berdasarkan luasan tempat. Yang penting, jangan sampai urusan ini langsung dibawa ke ranah pidana. Harus ada mekanisme mediasi,” jelasnya.

Selain itu, Supratman meminta LMK untuk aktif berkomunikasi dengan asosiasi pelaku usaha, seperti perhotelan, pusat perbelanjaan, dan restoran, agar kebijakan yang diambil benar-benar disepakati bersama.

“Royalti itu dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Pelaku usaha yang membayar royalti, bukan pengunjung,” ujarnya.

Sebelumnya, Wahana Musik Indonesia (WAMI) memberikan penjelasan terkait kewajiban membayar royalti bagi acara pernikahan yang memutar lagu. Menurut WAMI, setiap kali musik digunakan di ruang publik, ada hak pencipta yang wajib dibayarkan.

Karena pernikahan tergolong penampilan tanpa penjualan tiket, tarif royalti yang dikenakan relatif rendah, yakni sebesar 2 persen dari biaya produksi musik. Biaya tersebut meliputi sewa sound system, peralatan backline, honor penampil, dan kebutuhan serupa lainnya.

Dana royalti yang diterima LMKN kemudian disalurkan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di bawah naungannya, sebelum akhirnya sampai kepada komposer atau pencipta lagu yang berhak.

Adapun isu mengenai royalti kembali mencuat setelah muncul sengketa hukum antara PT Mitra Bali Sukses, pengelola gerai Mie Gacoan, dan Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI). Perselisihan terkait pembayaran royalti atas musik yang diputar di gerai Mie Gacoan itu kini berakhir damai.

Kesepakatan perdamaian tersebut ditandatangani oleh Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, dan Sekjen SELMI, Ramsudin Manullang, di Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali pada Jumat (8/8). Dalam perjanjian itu, Mie Gacoan bersedia membayar royalti senilai Rp2,2 miliar untuk penggunaan musik atau lagu selama periode 2022 hingga Desember 2025

You might like

About the Author: Sulbar Info

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *